Penyebab Hati Tetap Gelisah Walau Rajin Ibadah

Jumat, 24 Agustus 2018

"PENYEBAB HATI TETAP GELISAH MESKI RAJIN BERIBADAH"

Berikut ini sebuah cerita dari Abu Yazid Al-Busthami, yang insya Allah, dapat kita ambil pelajaran daripadanya;

Di samping seorang sufi, Abu Yazid Al Busthami juga adalah pengajar tasawuf. Di antara jamaahnya, ada seorang santri yang juga memiliki murid yang banyak.
Santri itu juga menjadi kyai bagi jamaahnya sendiri. Karena telah memiliki murid, santri ini selalu memakai pakaian yang menunjukkan kesalihannya, seperti baju putih, serban, dan wewangian tertentu.

Suatu saat, muridnya itu mengadu kepada Abu Yazid, “Tuan Guru, saya sudah beribadat tiga puluh tahun lamanya. Saya shalat setiap malam dan puasa setiap hari, tapi anehnya, saya belum mengalami pengalaman ruhani yang Tuan Guru ceritakan. Saya tak pernah saksikan apa pun yang Tuan gambarkan.”

Abu Yazid menjawab, “Sekiranya kau beribadat selama tiga ratus tahun pun, kau takkan mencapai satu butir pun debu mukasyafah dalam hidupmu.”

Murid itu heran, “Mengapa, ya Tuan Guru?”

“Karena kau tertutup oleh dirimu,” jawab Abu Yazid.

“Bisakah kau obati aku agar hijab itu tersingkap?” pinta sang murid.

“Bisa,” ucap Abu Yazid, “tapi kau takkan melakukannya.”

“Tentu saja akan aku lakukan,” sanggah murid itu.

“Baiklah kalau begitu,” kata Abu Yazid, “sekarang tanggalkan pakaianmu. Sebagai gantinya, pakailah baju yang lusuh, sobek, dan compang-camping.
Gantungkan di lehermu kantung berisi kacang. Pergilah kau ke pasar, kumpulkan sebanyak mungkin anak-anak kecil di sana. Katakan pada mereka, “Hai anak-anak, barangsiapa di antara kalian yang mau menampar aku satu kali, aku beri satu kantung kacang.” Lalu datangilah tempat di mana jamaah kamu sering mengagumimu. Katakan juga pada mereka, “Siapa yang mau menampar mukaku, aku beri satu kantung kacang!”

“Subhanallah, masya Allah, lailahailallah,” kata murid itu terkejut.

Abu Yazid berkata, “Jika kalimat-kalimat suci itu diucapkan oleh orang kafir, ia berubah menjadi mukmin. Tapi kalau kalimat itu diucapkan oleh seorang sepertimu, kau berubah dari mukmin menjadi kafir.”

Murid itu keheranan, “Mengapa bisa begitu?”

Abu Yazid menjawab, “Karena kelihatannya kau sedang memuji Allah, padahal sebenarnya kau sedang memuji dirimu. Ketika kau katakan: Tuhan mahasuci, seakan-akan kau mensucikan Tuhan padahal kau menonjolkan kesucian dirimu.”

“Kalau begitu,” murid itu kembali meminta, “berilah saya nasihat lain.”

Abu Yazid menjawab, “Bukankah aku sudah bilang, kau takkan mampu melakukannya!”

Cerita ini mengandung pelajaran yang amat berharga. Abu Yazid mengajarkan bahwa orang yang sering beribadat mudah terkena penyakit ujub dan takabur. “Hati-hatilah kalian dengan ujub,” pesan Iblis.

Dahulu, Iblis beribadat ribuan tahun kepada Allah. Tetapi karena takaburnya terhadap Adam, Tuhan menjatuhkan Iblis ke derajat yang serendah-rendahnya.

Takabur dapat terjadi karena amal atau kedudukan kita. Kita sering merasa menjadi orang yang penting dan mulia. Abu Yazid menyuruh kita menjadi orang hina agar ego dan keinginan kita untuk menonjol dan
dihormati segera hancur, yang tersisa adalah perasaan tawadhu dan kerendah-hatian. Hanya dengan itu kita bisa mencapai hadirat Allah swt.

Orang-orang yang suka mengaji juga dapat jatuh kepada ujub. Mereka merasa telah memiliki ilmu yang banyak.
Suatu hari, seseorang datang kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam, “Ya Rasulallah, aku rasa aku telah banyak mengetahui syariat Islam. Apakah ada hal lain yang dapat kupegang teguh?” Nabi menjawab, : ”Katakanlah: Tuhanku Allah, kemudian ber-istiqamah-lah kamu.”

Ujub seringkali terjadi di kalangan orang yang banyak beribadat. Orang sering merasa ibadat yang ia lakukan sudah lebih dari cukup sehingga ia menuntut Tuhan agar membayar pahala amal yang ia lakukan. Ia menganggap ibadat sebagai investasi. Orang yang gemar beribadat cenderung jatuh pada perasaan tinggi diri. Ibadat dijadikan cara untuk meningkatkan statusnya di tengah masyarakat. Orang itu akan amat tersinggung bila tidak diberikan tempat yang memadai statusnya. Sebagai seorang ahli ibadat dan ahli dzikir, ia ingin disambut dalam setiap majelis dan diberi tempat duduk yang paling utama.

Tulisan ini saya tutup dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnad-nya;

Suatu hari, di depan Rasulullah saw Abu Bakar menceritakan seorang sahabat yang amat rajin ibadatnya. Ketekunannya menakjubkan semua orang. Tapi Rasulullah tak memberikan komentar apa-apa. Para sahabat keheranan. Mereka bertanya-tanya, mengapa Nabi tak menyuruh sahabat yang lain agar mengikuti sahabat ahli ibadat itu.
Tiba-tiba orang yang dibicarakan itu lewat di hadapan majelis Nabi. Ia kemudian duduk di tempat itu tanpa mengucapkan salam. Abu Bakar berkata kepada Nabi, “Itulah orang yang tadi kita bicarakan, ya Rasulallah.”
Nabi hanya berkata, “Aku lihat ada bekas sentuhan setan di wajahnya.”

Nabi lalu mendekati orang itu dan bertanya, “Bukankah kalau kamu datang di satu majelis kamu merasa bahwa kamulah orang yang paling salih di majelis itu?” Sahabat yang ditanya menjawab, “Allahumma, na’am. Ya
Allah, memang begitulah aku.” Orang itu lalu pergi meninggalkan majelis Nabi.

Setelah itu Rasulullah saw bertanya kepada para sahabat, “Siapa di antara kalian yang mau membunuh orang itu?” “Aku,” jawab Abu Bakar.

Abu Bakar lalu pergi tapi tak berapa lama ia kembali lagi, “Ya Rasulallah, bagaimana mungkin aku membunuhnya? Ia sedang ruku’.”

Nabi tetap bertanya, “Siapa yang mau membunuh orang itu?” Umar bin Khaththab menjawab, “Aku.” Tapi seperti juga Abu Bakar, ia kembali tanpa membunuh orang itu, “Bagaimana mungkin aku bunuh orang yang sedang bersujud dan meratakan dahinya di atas tanah?” Nabi masih bertanya,
“Siapa yang akan membunuh orang itu?” Imam Ali bangkit, “Aku.” Ia lalu keluar dengan membawa pedang dan kembali dengan pedang yang masih bersih, tidak berlumuran darah, “Ia telah pergi, ya Rasulullah.” Nabi
kemudian bersabda, “Sekiranya engkau bunuh dia. Umatku takkan pecah sepeninggalku….”

Dari kisah ini pun kita dapat mengambil hikmah:
Selama di tengah-tengah kita masih terdapat orang yang merasa dirinya paling salih, paling berilmu, dan paling benar dalam pendapatnya, pastilah terjadi perpecahan di kalangan kaum muslimin. Nabi memberikan pelajaran bagi umatnya bahwa perasaan ujub akan amal salih yang dimiliki adalah penyebab perpecahan di tengah orang Islam. Ujub menjadi penghalang naiknya manusia ke tingkat yang lebih tinggi. Penawarnya hanya satu, belajarlah menghinakan diri kita. Seperti yang dinasihatkan Abu Yazid Al-Busthami kepada santrinya.

Sudah Benarkah Syahadat Kita

SUDAH BENARKAH SYAHADAT KITA ?

“Asyhadualla ilaha illallah"
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah..

“Wa asyhaduanna Muhammadarrasulullah”
Dan aku bersaksi bahwa muhammad itu utusan Allah.

Itulah kalimat bunyi syahadat srta artinya yg kita ucapkan selama ini, tentu saya yakin bhw anda tlh yakin bhwa bunyi serta arti itulah yg tlh benar menurut anda selama ini. Dn saya tentu saja pasti jg sepaham dgn anda bhw memang itu sudah benar bunyi serta artinya, tdk boleh di tambah atau di kurangi apalagi di ubah-ubah. Siapa yg merubahnya maka ia telah sesat akal budi srt tdk sah masuk Islamnya.

Lalu saya bertanya, pernahkah Anda melihat Allah ? Pernahkah anda melihat Muhammad Rasulullah itu ? Anda menjawab, belum ! Saya tanya lagi, pernah kah Anda bertemu dgn Allah ? Pernahkah anda bertemu dgn Muhammad sang Rasul itu ? Anda jawab lagi “belum”! Lalu saya katakan  ”Berarti syahadat anda palsu…! Saya jamin pasti anda akn terkejut dn sedikit tersinggung. Tapi biarlah, lha wong kalau mau meluruskan itu ya kadang di caci maki dulu.

Baiklah saya akn mulai bukakan logika apa yg saya pakai utkk berkata bhwa anda ber-Syahadat palsu. Bukankah Islam itu memang agama yg di penuhi logika..? Islam bukanlah agama takhyul yg tdk ada sebab akibat. Ingat, bukan syahadat anda yg palsu, tapi anda ber-syahadat palsu, itu yg saya maksud.

Kita mulai dari kata “aku bersaksi…”  Coba anda pahami dan ingat baik baik apa itu kata bersaksi..?? Apa arti sebenarnya dari bersaksi...?? Sesungguhnya “bersaksi” arti sebenarnya adalah “menyaksikan” atau
"Melihat”, Bersumpah janji bahwa melihat dan menyaksikan”. Adakah arti lain selain itu dari kata bersaksi….? Silahkaan cek dgn menggunakan bahasa seluruh dunia ini pastilah tetap kembali artinya seperti yg saya tulis ini.

Jelaslah sudah anda berkata kpd saya dlm Syahadat bahwa "aku menyaksikan atau melihat bhkan sama dgn bertemu bahwa tiada Tuhan selain Allah dn aku menyaksikan atau melihat jelas bahwa  Muhamad itu utusan Allah”. Dan ironisnya saat saya tanya, apakah Anda sudah pernah melihat Rasulullah..? Anda jawab belum.

Makanya saya mengatakan bhw anda ber-syahadat palsu. Bagaimana mungkin anda belum prnah melihatnya tetapi anda berkata aku melihatnya ? Apa itu tdk palsu nama nya…????

Anda belum prnah datang ke Bali tyapi anda mengatakan ke saya bahwa Bali itu indah…? apakah itu bukan info palsu namanya.??

“Jika seandainya anda menjadi saksi di pengadilan atas terdakwa saya”, Dn anda adalah saksi meringankan saya di pengadilan pidana”. Lalu pak hakim bertanya : ”Saudara …benarkah anda saksi dari terdakwa…? Anda jawab iya. Lalu pak hakim bertanya lagi ”Anda kenal dengan terdakwa..? Anda jawab iya”. Dan terakhir si hakim bertanya : "Pernahkah Anda bertemu terdakwa”..? Anda jawab belum pernah. Sampai pada pertanyaan ini maka hakim akan mengatakan : ”Bagaimana bisa anda menjadi saksi bagi si terdakwa sementara anda belum pernah bertemu terdakwa..? Berarti anda telah melakukan kesaksian palsu..? dan pidananya orang yg bersaksi palsu itu sama hukuman penjaranya dengan si pelaku pidana. Itu baru hukum di pengadilan, bagaimana jika anda bersaksi palsu tentang Allah dan Kerasulan Muhammad ? Saya tdk sanggup membayangkannya.

Setelah membaca hakekat syahadat ini, kadang anda akn menentangnya terlebih dahulu dgn berkata : ”Menurut saya yg paling benar orang bersyadat itu adalah jika sudah benar bunyi serta tajwid bacaannya srta jelas dn tahu artinya, maka itu sudah benar syahadatnya”

Jika anda menganggap bahwa syahadat yg benar adalah sebatas bunyinya/lafadznya yang sudah benar, maka benarlah syahadat anda. Sekarang timbul pertanyaan : Allah yg mana yg anda saksikan ? Muhammad mana yg anda saksikan yang menjadi utusan Allah itu..? Bukankah di tanah Arab saat Muhamad menjadi Rasullullah, ada bnyak orang yg bernama Muhammad..?

Perlu anda ketahui bahwa nama “Muhammad itu jika di tanah Arab itu sama dgn nama” Ujang atau Asep kalau di Sunda” dan Abang atau Bujang kalau di Riau. Bambang atau Joko di Jawa. Jadi sangat banyak orang yg bernama Muhammad saat itu, apalagi jaman sekarang ada jutaan orang yg bernama Muhammad, jangan-jangan yg anda katakan Muhammad itu adalah Muhammad Soeharto, Muhammad Otman atau Muhammad Zakaria teman saya.

Lalu anda menjawab lagi, yg saya sebut dalam syahadat itu Muhammad yang Nabi nya orang Islam. Bagaimana anda bisa memastikan bhw Muhammad itu yg anda saksikan adalah utusan Allah. Lha wong Anda belum pernah melihat atau bertemu ?

Cukup sampai disini, renungkanlah pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas. Mengapa ? Karena hakekat syahadat-musyahadah-syuhada-syahida adalah saksi, penyaksi, kesaksian, menyaksikan, bersaksi. Jadi syahadat artinya saksinya seorang penyaksi yang menyaksikan kpd siapa dia bersaksi. Kalau kita bersyahadat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka kita harus menyaksikan kehadiran Allah dan Rasul-Nya,kalau tdk menyaksikan, maka saksi kita adalah saksi palsu dan syahadatnya batal. Intinya syahadat bukan sekedar ucapan belaka tanpa disertai penyaksian, tetapi kesaksian yg muncul berdasarkan pengalaman langsung menyaksikan kpda siapa kita bersaksi. Sehingga kita benar-benar menjadi saksi mata bukan sekedar saksi kuping apalagi cuma saksi mulut.

“Dosa syahadat palsu sebanding dengan dosa menduakan Tuhan” (HR. Abu Daud, Turmudzi, dan Ibnu Majjah)

“Dosa-dosa yang paling besar ialah syirik kepada Allah, menyakiti kedua orang tua dan syahadat palsu”. Beliau masih terus mengulangi kata-kata itu, sehingga kami (para shahabat) berkata : “Kenapa beliau tidak mau diam?” (HR. Bukhari dan Muslim )

Janganlah kita menyepelekan dua kalimat syahadat yg selama ini kita anggap hanya sebatas kalimat yang harus dihafal dan diucapkan semata, krn tanpa dua kalimat itu maka keislaman kita tidaklah syah. Itulah faham yang selama ini ada dibenak kita, syahadat hanya sekedar sebuah kalimat simbol keislaman, namun pernah kah kita mau sedikit berfikir apa alasan yg mendasar sehingga syahadat itu diberikan posisi teratas da proses keislaman kita ?

Hakekat syahadat adalah persaksian, persaksian antara hamba dn Tuhannya. Mengapa harus ada dua kalimat ? karena jika hanya satu yg bersaksi maka pihak yg lain tak bersaksi, karena didalam syahadat itu ada dua pihak yang bersaksi, yaitu hamba dan Tuhannya. Dimanakah posisi kita dalam dua kalimat syahadat ? Hambakah ? ataukah Tuhan ?

Siapa yg bersaksi dan apa yang kita saksikan ? Disinilah asal muasal sebuah kalimat " jika engkau mengenal dirimu, maka engkau akn mengenal Tuhanmu tapi jika engkau sudah mengenal Tuhanmu, maka engkau akn jahil atas dirimu"

Ketika kita sudah jahil atas diri kita maka naiklah maqam kita ketingkat syahadat selanjutnya yaitu seperti yg terekam dlm surat 20 : 14

"Sesungguhnya Aku ini Allah, tdk ada Tuhan selain Aku. Maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku"...

"Perintah utk mengingat ALLAH ini Hanya bisa dilakukn oleh Mereka yg tlh Benar 2 Mengenal/Bertemu dgn ALLAH Azza Wa jalla....!

Jiwa Tenang Membuka Pencerahaan Hati

Jiwa Tenang Membuka Pencerahan Hati

Seseorang yang jiwanya tenang akan terbuka segala sifat kebijaksanaan dalam dirinya saat jiwa tenang dan tidak lagi emosional. Perbuatan yang bijak muncul karena jiwanya yg tenang . Kisah-kisah bijak tidak bersifat menggurui namun mengajak pembacanya menyelami ceritanya dan mendapatkan untuk pembelajaran dari cerita kebijaksanaan itu. Pembaca menjadi terbiasa merenung dan menggali maknanya dan di harapkan mendapatkan pencerahan rohani dan kebijaksanaan


Ketika Seseorang yang jiwanya tenang tidak emosian maka dalam menghayati pengetahuan akan didapatkan selalu dengan menggali maknanya dan merenunginya. Orang tidak akan mendapatkan pengetahuan jika masih terus sibuk berdebat dan berbantah secara emosional. Pesan-pesan akan terlewatkan dan maknanya tak terfahami dengan baik sehingga hanya emosi yang di dapat bukan pencerahaan ruhani

Semakin kita berdebat makna dan pencerahan ruhani akan terabaikan .Harusnya kita renungkan makna demi makna pisahkan posisi baik dan buruk dan dengarkan kata hati yang paling dalam maka
“Pikiran yang tenang dapat mendengarkan inti isi karena mampu mengatasi ketakutan-ketakutannya sehingga jiwanya bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.”


Suatu nasehat mengatakan, musuh terbesar adalah Melawan diri sendiri. Selama seseorang belum mampu mengendalikan emosinya akan cenderung terlibat dalam konflik bahkan dengan orang-orang yang ingin membantu atau yang berbagi pengetahuan. Ia justru sibuk mencari-cari kesalahan atau menggunakan perspektif negatif hanya untuk memuaskan diri dan merasa menang. Padahal jiwanya kalah sehingga ia memunculkan sifat kesombongan dalam dirinya.

Dalam.diri manusia selalu ada pertempuran” yang hebat antara kekuatan mulia yang berfikiran baik dan positif dengan kekuatan jahat yang berfikiran negatif dan dipenuhi hawa nafsu. Semua itu sudah menjadi kudrat manusia. Tetapi kita diberikan kebebasan untuk membuat pilihan. Bahkan Allah SWT, telah menganugerahi kita kekuatan mulia dan kecerdasan unuk menggunakannya serta bagaimana caranya menguasai fikiran dan perasaan kita itu, malah dengan mudah kita dapat memprogram diri kita agar menjadi sejahtera dan bahagia, meraih apa saja yang kita impikan ada di setiap hal. Bersikap positif adalah suatu pilihan. Kebahagiaan hidupmu tergantung pada kualitas pikiranmu.” Maka bersikaplah tenang agar engkau bisa menentukan jalan hidupmu dengan lebih baik

Rencanakan lah dengan bijak masa depan kits

Jumat, 08 September 2017

Rencanakan lah dengan bijak masa depan kita karena sesuatu yg terjadi hari ini adalah akibat perbuatan kita kemarin dan sesuatu yg terjadi besok adalah akibat perbuatan hari ini.

Sesuatu yg terjadi adalah mata rantai akibat konfigurasi konfigurasi .konfigurasi konfigurasi yg baik akan menghasilkan yg baik konfigurasi yg jelek akan menghasilkan yg jelek

Mari kita kembangkan cinta kasih untuk mendapatkan ketenangan jiwa terhadap siapapun

Jika engkau tebarkan cinta kasih terhadap mahluk maka engkau akan mendapatkan cinta kasih juga

Dekatnya Allah lebih dekat dari urat lehermu

Dekatnya Allah dengan hambanya
Karena sangkut dekatnya sehingga sampai tidak terlihat.oleh karena itu
“Sebenarnya, Allah Swt tertirai darimu semata-mata karena sangat Maha DekatNya padamu.”

Dalam syarahnya terhadap Al-Hikam, Syeikh Zarruq menegaskan, bahwa dekatnya Allah Swt itu tidak dipahami sebagai dekatnya suatu benda dengan benda lain, atau dekatnya jarak, atau dekatnya sesuatu yang dikaitkan dengan yang lain. Karena dekat semacam itu mustahil bagi Allah Swt.

Yang dimaksud dengan dekatNya adalah kedekatan meliputiNya melalui sifat Ilmu, Qudrat dan IradatNya, selayaknya keMahaBesaran dan keMahaIndahanNya. Dan sudah nyata bahwa Qudrat dan IradatNya meliputi wujudnya hamba dan IlmuNya meliputi seluruh waktu dan gerak gerik hambaNya. Yang menggerakkan aktivitas dan mewujudkan makhluk adalah Dia, karena itu Dialah yang Maha Dekat kepada makhluk dibanding adanya makhluk itu sendiri.


Karena sanking dekatnya kita kepada allah sehingga sering kita melupakan keberadaanya karena tertutup oleh nafsu dan ego kita yang membuat jauh darinya. Kita sering bertanya Tanya di mana allah di mana padahal ia ada dalam diri sendiri tapi kita tidak tahu akan keberadaanya karena kita lupa atau melupannknya karena pandangan permainan panca indra kita sangkin indahnya permainan panca indra kita lupa akan kedekatannya kita kepada allah
Segala permainan pancaindra kitalah yg menutupnya saking asik dan senang sifat kebendaan itu


Sedangkan hijab (tirai) bagi makhluk muncul karena wujud makhluk atau karena makhluk itu diwujudkan. Ketika semakin kuat eksistensi wujud makhluk dan semakin luas ekspresi aktivitasnya, maka semakin kuat pula hijab mereka, disebabkan kesibukan mereka tersebut. Itulah realitas manifestasi kedekatan yang meliputi. Sedangkan kuatnya sifat Dekat membuat makhluk terhijab dari dekat dan yang mendekat. Dalam al-Qur’an disebutkan, “Dan Kami lebih dekat padanya dibanding kalian, tetapi kalian tidak melihatnya.” (Al-Waqi’ah 85)
Karena dekatnya kita kepada allah tertutup oleh sifat wujud jasad kita karena sifat wujud jasad kita


Maka Syeikh Abul Abbas Al-Mursy bermunajat: “Wahai Yang Maha Dekat, Engkaulah Yang Dekat, sedangkan akulah yang jauh. Kedekatanmu padaku membuat aku putus asa pada selain DiriMu, sedangkan jauhku padaMu, mengembalikan aku untuk terus mencari anugerah dariMu. Maka limpahkanlah anugerahMu padaku sehingga hasratku terhapus oleh kehendakMu, Wahai Yang Maha Kuat nan Maha Mulia.”
Ibnu Athaillah as-Sakandary melanjutkan: “Allah Swt tertutup karena dahsyatnya kejelasanNya, dan Dia tersembunyi dari pandangan mata karena agungnya cahayaNya.”


Kejelasan Allah Swt tampak dalam tindakanNya, itulah yang membuat para makhluk tertutup melihatNya langsung. Kejelasan itu disebabkan pancaran Nur SifatNya yang tampak pada seluruh semesta makhluk, yang dinunia ini hanya bisa dilihat secara maknawi (spiritual). Kadar ruhani maknawi seseorang sangat erat kaitannya dengan aktivasi penglihatannya di akhirat kelak, menurut Sunnatullah Swt. Sangat kuatnya wujud kejelasanNya, membuat terhalangnya untuk memandangNya.
Sebagaimana mata kelelawar ketika tersorot oleh cahaya matahari, semakin dekat cahaya itu semakin buta matanya – “Dan bagi Allah adalah contoh yang luhur“ –
Inilah para Sufi menegaskan, “Orang yang memandang – dalam bertauhid – seperti orang yang memandang matahari, ketika pandangannya semakin bertambah kuat ia semakin buta.”
Maka Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq ra, mengatakan, “Maha Suci Dzat yang tidak menjadikan jalan bagi makhluk untuk mengenalNya, kecuali jalan itu adalah ketakberdayaan untuk mengenalNya.”

Hidup itu Matematika

Hidup itu matematika atau kebanyakan orang bilang hukum sebab akibat ini adalah ilmu pasti

Contoh
Pemikirannya adalah Kita mungkin sudah sangat paham dengan aturan matematika sebagai berikut :

Plus (+) dikali Plus (+) hasilnya akan Plus (+)
Plus (+) dikali Min (-)  hasilnya akan Min (-)
Min (-)  dikali Plus (+) hasilnya akan Min (-)
Min (-)  dikali Min (-)  hasilnya akan Plus (+)

 aturan matematika itu dalam kehidupan sehingga di katakan matematika adalah sama dengan hukum sebab akibat atau sy pribadi mengatakan hukum sebab akibat adalah hukum pasti (matematika)

         Ada hal – hal yang bersifat positif dan negatif di dunia ini. Hal-hal yang positif sangat banyak sekali, beberapa diantaranya adalah cinta kasih sayang berfikir positif  berbuat baik sedekah menolong orang bijak iklas dan lain lain serta ada hal-hal yang negatif didunia ini contohnya seperti benci ,menghina,mencaci,memarahi orang,dan lain lain Lalu apa hubungannya dengan aturan matematika tersebut?

Semua ada hukum matematikanya atau sebab akibatnya jika kita pengin bahagia gunakan matematika supaya hasilnya plus

Alasan mengapa plus dikali plus sama dengan plus adalah bahwa dalam hidup Mencintai (+)  Kebenaran (+) adalah hal yang baik dan itu berarti positif

Alasan mengapa plus dikali min sama dengan min adalah bahwa dalam hidup Mencintai (+) Kebatilan (-) adalah hal yang jelek dan itu berarti negatif.

Alasan mengapa min dikali plus sama dengan min adalah bahwa dalam hidup Membenci (-) Kebaikan (+)  adalah hal yang juga jelek dan itu berarti negatif.

Serta alasan mengapa justru min dikali min hasilnya plus adalah karena kalau kita Membenci (-) Kebatilan (-)justru merupakan sikap yang baik dan itulah mengapa hasilnya positif contoh kita membenci judi karena kita tidak mau berjudi jadi hasilnya positif tidak melakukan sesuatu yg negatif atau min

Gunakanlah rumus matematika untuk kehidupan baik beragama berahlak atau pun untuk hidup lebih baik

Salam menggunakan rumus matematika untuk kehidupan. Yg lebih baik

7 Nasehat Jalaludin ar rumi

*7 Nasehat Jalaluddin Rumi*

1. Dalam hal kedermawanan dan menolong orang, jadilah seperti sungai.
_(Biarkan mengalir memberi manfaat tak henti-henti dan tanpa mengharap kembali)_

2. Dalam kasih sayang dan berkah, jadilah seperti matahari.
_(Berilah kehangatan kepada siapa saja meski tidak diucapkan terima kasih)_

3. Dalam menutupi aib orang lain, jadilah seperti malam.
_(Tutupi semua aib dan rahasia orang rapat-rapat, tanpa pernah membocorkannya)_

4. Dalam keadaan marah dan murka, jadilah seperti orang mati.
_(Diamlah, jangan lakukan apa pun, agar tidak menimbulkan kesalahan dan menyesal kemudian. Marah2 adalah permulaan gila yang berakhir penyesalan)_

5. Dalam hal kesederhanaan dan kerendah hatian, jadilah seperti bumi.
_(Selalu rendah hatilah seperti bumi yang menempatkan diri di bawah dan meninggikan yang lain)_

6. Dalam hal toleransi, jadilah seperti laut.
_(Berlapang dada seluas-luasnya dan siap menampung pandangan-pandangan yang berbeda dengan tetap berpegang teguh dengan keyakinan)_

7. Tampillah seperti diri sejatimu, atau jadilah seperti tampilanmu...
_(Jangan pura2.... berbuatlah setulus hati karna kebaikan butuh keikhlasan.)_

Semoga menjadi cermin